SD UNGGULAN AL - AMIN             2010 - 2011






  MENCIPTAKAN CANDU  BELAJAR
Oleh
Doni Permana, S.Pd

Picture
Jika anda salah satu pemerhati tontonan di televisi, anda tentu masih ingat dengan iklan salah satu produk obat sakit perut yang tidak mungkin disebutkan dalam wacana ini. Dalam iklan tersebut diceritakan ada seorang guru yang tiba – tiba mengalami sakit perut menjelang Ia masuk kelas. Lalu Ia pergi ke ruang guru sedangkan ada salah satu murid yang mengetahui bahwa gurunya tidak akan masuk kelas karena sakit perut. Lalu murid tersebut lari ke kelas dengan penuh rasa bahagia Ia memberitakan kepada temannya bahwa gurunya tidak akan masuk kelas. Sontak saja kelas menjadi riuh rendah oleh perasaan bahagia siswa – siswa didalam kelas tersebut. Namun apa yang tertjadi beberapa saat kemudian, Guru yang tadi sakit perut datang dan masuk kelas.  Serentak saja semua siswa terdiam dan merasa aneh. Ternyata si guru telah meminum obat sakit perut yang dikatakan mujarab dalam iklan tersebut.            
Tulisan ini tidak akan membahas kemujaraban obat sakit perut tersebut. Apalagi mengajak pembaca untuk meminum obat sakit perut karena disimpulkan sebagai penyakit langganan guru.  Atau mengecam keberadaan iklan tersebut. Tentu TIDAK! Ada satu hal lain yang dipesankan dalam iklan tersebut yang menarik dan  merupakan fenomena nyata dalam dunia pendidikan kita. Kenyataan tersebut membuat miris ketika keberadaan guru sudah menjadi sebuah tekanan bagi siswa. Keberadaan guru tidak menjadi sesuatu yang dirindukan. Bahkan ada siswa yang berharap gurunya tidak masuk ke dalam kelas lagi entah bagaimanapun caranya. Padahal kita ketahui bersama bagaimana pentingnya TUPOKSI (tugas pokok dan fungsi) seorang guru dalam dunia pendidikan. Suatu iklan memang dibuat selucu dan semenarik mungkin akan tetapi iklan pun tentu dibuat nyata dan sederhana sehingga kita bisa bertanya Benarkah ada guru – guru demikian? Mengapa hal ini bisa terjadi?

            Ada setidaknya  5  alasan mengapa seorang guru tidak disenangi oleh siswanya yaitu :

Siswa tidak senang terhadap pelajarannya karena dianggap susah. Hal ini bisa menjadi evaluasi kepada guru pada proses pengajarannya. Mungkin saja penjelasannya kurang efektif sehingga pelajarannya dianggap susah karena siswa sering mendapat nilai kecil.

Siswa tidak senang terhadap penampilan guru karena dianggap kuno dan bahkan ada beberapa guru yang tidak menunjukan kerapihan dalam berpakaian. Ini akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan dan penghormatan siswa kepada gurunya.

Siswa tidak senang terhadap gaya bicara guru karena dianggap kasar dan sering meremehkan siswa. Ada beberapa oknum guru yang terkadang masih mengumbar kata – kata kasar bahkan marah dengan kata – kata yang berlebihan. Ini menjadi tekanan bagi siswa yang mungkin saja di lingkungan tempat tinggalnya dikondisikan dengan gaya bicara lemah lembut.

Siswa tidak senang terhadap jarak komunikasi siswa – guru karena guru terkadang menjadi golongan eksklusif di sekolah. Guru memposisikan dirinya sebagai orang yang paling tahu dan paling pintar dan tidak menerima usulan apalagi kritikan dari siswanya sehingga membuat jarak yang jauh dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini terlihat ketika ruang guru dan kepala sekolah  masih menjadi salah satu tempat yang angker bagi siswa di sekolah.

Siswa tidak senang terhadap cara mengajar karena guru menjelaskan dengan cara yang monoton dan dianggap yang dijelaskan sudah ada dalam buku. Guru memposisikan diri sebagai pusat pembelajaran dengan kegiatan yang sudah baku yaitu mentransfer pengetahuan yang telah Ia baca beberapa menit sebelum tampil di kelas. Padahal siswa sebagai subjek pembelajaran sesungguhnya tentu saja memiliki raw input atau data mentah tentang pelajaran yang akan dibahas baik itu hasil pengamatan, bacaan dan atau pengalamannya. Ini yang sering dilupakan oleh guru sehingga guru langsung saja memimpin penjelasannya.  

            Hal tersebut diatas mungkin saja terjadi pada penulis dan rekan – rekan guru lainnya sehingga menyebabkan keberadaan guru tidak lagi dirindukan oleh siswanya. Ada banyak hal lain yang menyebabkan ketidak senangan siswa terhadap gurunya yang mungkin belum dijelaskan dalam tulisan ini. Namun pada intinya bagaimana cara kita sebagai guru dan orang – orang yang peduli terhadap dunia pendidikan menciptakan candu belajar pada siswa. Candu didalam tulisan ini tidak nyata berhubungan dengan rokok dan zat adiktif  lainnya akan tetapi bagaimana menciptakan rasa ketagihan anak terhadap proses belajar dan pembelajaran dari seorang guru. Candu belajar ini tercipta ketika rasa ingin tahu, motivasi dan kenyamanan siswa dalam proses belajar meningkat.

            Rasa ingin tahu (curiousity) merupakan salah satu bagian dari fitrah lahiriah manusia dan tentu saja siswa memiliki hal tersebut mungkin lebih besar dari pada orang dewasa sebagai bagian dari proses perkembangannya. Namun pada kenyataannya rasa ingin tahu ini terbunuh oleh proses pengajaran yang kurang tepat di kelas. Hal ini terjadi sejak pembelajaran dimulai. Guru biasanya mengutarakan judul materi kemudian langsung tancap gas menjelaskan isi materi tanpa bertanya apa yang telah diketahui oleh siswa tentang pelajaran tersebut. Setelah menjelaskan kemudian guru menyuruh anak untuk membuka LKS (lembar kegiatan siswa) untuk dikerjakan. Hal inilah yang dianggap membunuh rasa ingin tahu dan kemudian daya kreatifitas siswa. Hal ini pulalah yang tidak disenangi oleh siswa karena dianggap monoton.

            Dalam hal ini terdapat tahap penting yang terlupakan ketika memulai pembelajaran yaitu tahap apersepsi. Tahapan ini pada dasarnya berfungsi untuk membentuk persepsi atau pandangan siswa terhadap materi pembelajaran. Guru melakukan apersepsi dengan bertanya apa yang telah siswa ketahui atau pelajari yang kemudian dapat menjembatani siswa untuk memahami hubungan materi hari ini dengan materi sebelumnya dan atau pengalamannya. Selain itu guru bisa memulai pembelajarn dengan bercerita hal – hal yang dianggap aneh atau lucu yang tentu saja berhubungan dengan materi dan tidak mengandung kebohongan. Ini menuntut guru untuk lebih banyak membaca atau menonton karena bahan cerita bisa kita dapatkan dari berita – berita di televisi. Selain bercerita guru pun bisa memulai pembelajaran dengan menunjukan sesuatu hal baru yang berbentuk benda (media belajar). Hal – hal yang baru dan nyata seperti demikianlah yang bisa menimbulkan rasa ingin tahu kepada siswa.

            Faktor berikutnya adalah motivasi siswa dalam belajar. Guru memposisikan siswa sebagai objek pembelajaran sehingga menganggap guru sebagai orang yang paling tahu dan meremehkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa. Guru terkadang mahal dengan kata – kata pujian dan sanjungan yang memotivasi siswanya. Ketika ada siswa yang menjawab pertanyaannya, guru sering mengeluarkan kata – kata hampir betul, kurang tepat, ada yang lain, bukan begitu dan bahkan langsung berkata salah!. Kata – kata tersebut memang dianggap hal yang sepele namun pada dasarnya berpengaruh pada motivasi siswa. Sudah saatnya guru memanggil siswanya dengan sebutan yang SUPER POSITIF seperti anak juara, anak cerdas, anak cantik, anak cakep, anak sholeh dan perkataan – perkataan lain yang memotivasi serta mengandung doa. Selain itu menanamkan kesadaran kepada siswa bahwa nilai atau skor ulangan memang penting tapi tidak merupakan hal yang paling penting sehingga ketika ada siswa yang mendapat skor kecil maka tugas guru mengevaluasi diri dan memotivasi siswa tidak lantas memarahi siswa dengan kata – kata kasar.

            Faktor terakhir adalah kenyamanan siswa dalam belajar. Siswa tidak akan mampu belajar efektif  jika Ia merasa tidak nyaman dan terancam oleh kondisi apapun di dalam kelas. Selain kondisi kelas yang bersih dan rapi terdapat hal lain yang berpengaruh pada kenyamanan. Salah satu contoh jika Ia tertekan oleh cemoohan guru dan teman – temannya. Ciptakan kondisi dimana semua siswa merasa sama di depan gurunya. Guru harus menghindari cemoohan kepada salah satu siswa agar siswa lainnya tertawa. Guru juga harus menghindari hal – hal yang sifatnya pribadi seperti mengumumkan siswa yang belum membayar SPP di dalam kelas. Hal ini akan menimbulkan kondisi yang mengancam pada siswa dan berdampak pada siswa tersebut tidak menyukai gurunya.

            Ciptakan kondisi bahwa belajar dan pembelajaran bukan merupakan hal yang kaku, baku, monoton ataupun hanya rutinitas belaka. Guru hendaknya memberikan image bahwa pembalajaran merupakan hal yang fleksibel, baru dan menyenangkan. Hal ini bisa terwujud ketika guru mampu membaca feeling atau perasaan atau kondisi psikologis siswa ketika belajar. Jika guru melihat siswanya mulai mengalami pecah konsentrasi, maka hendaknya guru meningkatkan konsentrasi siswa misalnya dengan mengajak siswa untuk break (istirahat) melakukan permainan – permainan seru dan menantang. Bentuk – bentuk permainan tersebut bisa senam otak, cerita pendek, gerakan badan, teriak sepuasnya dan lain – lain. Pada intinya kondisi di kelas harus fleksibel dan nyaman.

            Demikian lah hal – hal yang dapat menciptakan CANDU BELAJAR pada anak. Maka marilah kita praktekan semua hal tersebut di dalam kelas dan kita awali dari hal yang paling mudah yaitu memulai pembelajaran dengan SENYUM yang tulus dan ikhlas. Mudah – mudahan kita mampu menjadi guru yang senantiasa DIRINDUKAN siswa – siswanya dan selalu dinantikan kehadirannya sehingga selalu didoakan oleh siswanya. Karena doalah yang menjadi kekuatan profesi seorang guru. Amin.


   
  IDENTITAS PENULIS

Nama                       : DONI PERMANA, S.Pd

Tempat/Tgl Lahir       : Bandung / 11 Mei 1984

Alamat                     : Jl. Sukagalih Gg. H Gozali No 251 RT 07 RW 07 Kelurahan Cipedes    Kecamatan Sukajadi Bandung 40162

No Telp                    : (022) 2043102    HP : 085659697402

Pekerjaan saat ini     : Guru Mata Pelajaran IPS dan PKn di SD UNGGULAN AL AMIN (Ngamprah) dan GANESHA OPERATION (GO) BANDUNG